Apakah main Catur itu Haram?
Tidak ada kesepakatan tunggal di kalangan ulama mengenai hukum bermain catur. Perbedaan pandangan ini muncul karena tidak ada dalil yang secara eksplisit mengharamkan atau membolehkan catur dalam Al-Qur'an dan hadis.
Berikut adalah ringkasan pandangan para ulama:
- Sebagian ulama mengharamkan catur
Beberapa ulama, terutama dari kalangan klasik, mengharamkan catur berdasarkan beberapa alasan:
Analogi dengan perjudian. Catur disamakan dengan nard (sejenis dadu) yang dilarang dalam Islam karena memiliki potensi untuk mengarah pada perjudian jika disertai taruhan. - Melalaikan kewajiban. Bermain catur secara berlebihan dapat melalaikan pemain dari ibadah wajib seperti salat, mengingat permainan ini bisa menyita banyak waktu.
- Menimbulkan permusuhan. Permainan ini dapat memicu perselisihan, kebencian, dan permusuhan di antara para pemain, terutama jika dimainkan secara kompetitif.
- Menyerupai penyembahan berhala. Beberapa ulama mengaitkan bidak catur dengan berhala atau patung yang menjadi objek pemikiran intens, meskipun pandangan ini kurang dominan.
- Sebagian ulama membolehkan dengan syarat tertentu:
Banyak ulama kontemporer berpendapat bahwa catur diperbolehkan selama tidak mengandung unsur haram. Jika catur dimainkan dengan memenuhi syarat-syarat berikut, maka hukumnya menjadi boleh atau makruh (tidak disukai): - Tanpa unsur judi. Bermain catur tidak boleh disertai dengan taruhan atau bentuk perjudian lainnya.
- Tidak melalaikan kewajiban. Pemain harus memastikan bahwa permainan tidak menyebabkan mereka meninggalkan salat atau kewajiban agama lainnya.
- Tidak menimbulkan permusuhan. Permainan harus dijaga agar tetap santai dan tidak memicu pertengkaran atau permusuhan.
Bukan sebagai kebiasaan obsesif. Jika dimainkan secara berlebihan hingga menghabiskan banyak waktu produktif, maka catur menjadi makruh karena termasuk kegiatan yang sia-sia.
Pandangan ulama Indonesia
Majelis Ulama Indonesia (MUI) cenderung berpandangan bahwa catur hukumnya makruh, bukan haram, selama tidak disertai perjudian. Nahdlatul Ulama (NU) membolehkan catur jika tidak melalaikan ibadah dan tidak disertai taruhan, meskipun ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mereka. Muhammadiyah, melalui fatwa Tarjih, menetapkan bahwa catur diperbolehkan selama memenuhi syarat tertentu.
Kesimpulan
Secara umum, mayoritas ulama modern sepakat bahwa yang membuat catur haram adalah aspek-aspek tertentu yang menyertainya, seperti perjudian dan kelalaian ibadah, bukan permainan itu sendiri. Oleh karena itu, hukum catur sangat bergantung pada niat dan cara memainkannya