Blogs
Love and Hate

Love and Hate

Pujakelana
| 3

“Akhirat pun tak pernah memiliki kemarahan sehebat berubahnya cinta menjadi benci”  (William Congry, penyair Inggris abad ke-17)

 

Ada apa dengan cinta?

Pertanyaan yang telah menghebohkan ini patut mengawali kasak-kusuk kita.

 

Bila dirunut asal-muasalnya tentu cinta terbit karena perkenalan. Bermula kita mengenal sesuatu lalu alam mengajarkan rasa tertarik, rasa suka, dan keingintahuan tentangnya karena pesona yang terpancar darinya. Begitulah, pesona itu mengendapkan suatu keindahan tak terkatakan yang terlukis dalam hati, menjadikannya sejenis pemikat.

 

Maka datanglah suatu ketika di mana kita mulai mengenal dengan hati sosok orangtua, saudara, tetangga, sahabat, ‘tetangga hati’, kenalan, rekan kerja, orang ternama, juga benda-benda dengan nilai fungsi dan seninya. Masing-masingnya memiliki suatu kekuatan pesona yang membenamkan cinta di hati dan membentuk pola pikir, sehingga membawakan rasa percaya, rasa tentram, harapan, semangat, bahkan keinginan untuk “memiliki” alias tak rela berjauhan.

 

Pada sisi yang lain, barangkali tak terlalu sulit membayangkan adanya ungkapan “love is blind” karena pada kadar yang melebihi takaran (over dosis) memang cinta dapat menyusutkan nalar (rasionalitas).

Kepatuhan terhadap orangtua kadang memasrahkan diri menjadi anak penurut dalam segala hal. Kesetiaan terhadap saudara atau sahabat kadang mengabaikan risiko mencelakai diri sendiri. Fanatisme terhadap orang ternama kadang menepiskan jatidiri yang lengkap dengan potensinya. Mencintai ‘tetangga hati’ kadang sampai pada taraf menggilai, seakan tak ada yang dapat menggantikannya. Itulah di antara contoh-contoh kebutaan.

Bila kadar yang demikian itu telah menyelinap ke dalam pendirian, maka ungkapan William Congry tersebut barangkali hampir nyata pada suatu ketika. Bara itu disulut oleh hilangnya rasa percaya dan melahirkan kekecewaan.

 

Memang dalam keadaan mabuk kepayang akan terasa sulit untuk menemukan ulat di balik ikan asin yang tampak mulus. Padahal nilai lebih dan kurang dari seseorang atau sesuatu adalah sifat azali. Kekurangannya inilah yang sering luput dari penelaahan. Sehingga ketika kepercayaan dikhianati dan borok-boroknya mulai terkuak, tergoreslah luka di hati. Keperihan yang diakibatkannya sungguh tiada terperi. Ujung-ujungnya berubahlah cinta menjadi benci. Suatu kebencian yang .... luarrrrr biasa!

 

Sumbawa, 30 Januari 2003